Setelah memasuki bulan
kelima wabah covid-19, banyak hal yang berubah, termasuk cara keberagamaan
kita. Alih-alih mengikuti fatwa ulama, umat justru memiliki kecenderungan
mendengarkan arahan dokter, protokoler kesehatan. Tidak hanya itu, pendemi wabah
ini juga menyeret perhatian banyak cendikiawan untuk melihat ulang hubungan
antara sains, agama dan filsafat.
Tidak ingin ketinggalan, dan
dalam rangka memberikan kontribusi pemikiran terkait persoalan ini, Prodi
Aqidah dan Filsafat Islam (AFI) UIN Alauddin Makassar, menyelenggarankan
diskusi online (15/07/2020) dengan topik di atas. Kegiatan ini yang
diselenggakan via google meet, dan diikuti oleh 87 peserta yang terdiri dari dosen,
mahasiswa dan masyakarat umum. Selain itu, kegiatan ini juga disiarkan secara langsung
melalui akun facebook ‘afi.uninam’ sehingga dapat disaksinya secara luas oleh
warga maya.
Diskusi ini menghadirkan
dua cendikiawan mahsyur yang sekaligus mewakili dua tradisi keilmuan sekaligus.
Dr. Nurman Said, MA, seorang pakar dalam bidang Fenomenologi Agama, dan Dr.
Andi Aderus, MA, pakar dalam bidang Teologi Islam (ilmu Kalam). Meskipun adalah
keduanya dosen di Fakultas yang sama, Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar,
Nurman Said mengenyam pendidikan di McGill University, Candana, sehingga dapat
dikatakan mewakili tradisi keilmuan ‘Barat’, sedang Andi Aderus menyelesaikan
pendidikan S1 dan S2-nya di Al-Azhar Mesir, , sehingga mewakili tradisi
keilmuan ‘Timur’.
Menurut Dr. Nurman, Dosen
pada Program Studi Agama-Agama ini, bahwa meskipun dalam sejarah manusia, wabah
seringkali menjadi sarana ateisme, namun itu tidak akan berlangsung lama. Kerena
agama bagi manusia adalah sebuah keniscayaan. Manusia pada dirinya sendiri adalah
homo religiosis. Baginya, agama
memberikan harapan (hidup) bagi manusia, sedangkan sains memberikan bukti-bukti
ilmiah.
Adapun Dr. Aderus, yang juga merupakan dosen
AFI, melihat bahwa pada prinsipnya Tuhan memberikan tanda-tanda kekuasaannya,
termasuk seperti wabah yang kita alami ini. Baginya, Covid-19 adalah bagian
dari pada sunnatullah, hukum-hukum Tuhan dalam semesta ini. Covid-19 bukanlah
realitas ontologis yang telah ada sejak semula, akan tetapi keberadaannya tidak
tidak lepas dari ‘kaki-tangan’ manusia itu sendiri.
Dekan Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat, Dr. Muhsin Mahfudz, M.Th.I, yang ikut hadir dalam kegian ini, dalam
sambutan, memberikan apresiasi terhadap terselenggaranya kegiatan ini. Menurunya,
Prodi AFI adalah yang pertama di Fakultas ini menyelengarakan diskusi via
online di fakultas ini. Harapannya, kegiatan serupa dapat juga diselenggarakan
oleh jurusan-jurusan lain.
“Kegiatan ini tidak hanya
memberikan perspektif tersendiri pada wabah covid-19 ini, tapi juga menjadi tugas
akademisi untuk tidak henti-hentinya membincang persoalan yang hadapi
masyarakat, khususnya persoalan keagamaan. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat secara
institusional sudah sejatinya memberikan pikiran-pikiran keagamaan yang segar
dan kontekstual terhadap umut saat ini. Jika bukan kita, siapa lagi?”,
pungkasnya dalam sambutannya. (Humas AFI)